Senin, 01 Oktober 2007

Apakah Anda Manusia Paranoia atau Pronoia

"Anda menciptakan semesta Anda sendiri saat Anda memulainya."
(Winston Churchill)

Perasaan takut dan khawatir itu lumrah dalam hidup. Tapi, kalau
setiap saat selalu dihantui oleh rasa takut, itu namanya sakit.

Ada orang yang selalu dihantui rasa takut. Sejak bangun pagi, yang
ada di dalam benaknya selalu kekhawatiran. Rentetan persoalan seolah
sudah ada di depan mata. Hidup dirasakan sebagai beban. Tak heran,
jika orang macam ini tidak pernah tersenyum di pagi hari atau
bersyukur atas hari baru. Nah, orang yang selalu dihantui oleh
perasaan cemas dan khawatir bisa bisa digolongkan dalam tipe manusia
paranoia.

Orang-orang seperti itu bisa kita temui di banyak tempat. Di tempat
kerja, kita pun bisa melihat banyak sekali manusia paranoia ini.
Mereka selalu bertanya-tanya dalam dirinya, "Masalah apa yang akan
saya temui hari ini?" Orang paranoid selalu disibukkan dengan pikiran-
pikiran negatif.

Orang ini selalu memikirkan masalah. Bahkan, menganggap hidup adalah
serangkaian masalah yang tak kunjung purna. Hidupnya pun tidak
bersemangat. Keluhan selalu ada di mulutnya. Kreativitasnya pun
tumpul. Termasuk, ia bisa menjadi orang yang sakit-sakitan lantaran
psikosomatis.

Apabila masalah akhirnya menghampiri, pikiran orang paranoid akan
segera mengamini. "Nah, apa saya bilang. Pasti ada masalah." Lantas,
saat hari berlalu dan saat orang lain menyapanya, dengan lesu orang
paranoid selalu berkata, "Seperti biasa. Banyak masalah yang tidak
pernah selesai." Padahal, segala yang negatif itu datang karena
pikiran negatif orang itu.

Dalam DVD dan bukunya The Secret, Rhonda Byrne menegaskan, pikiran
mempunyai frekuensi dan daya timbal balik. "Pikiran yang sedang Anda
pikirkan saat ini sedang menciptakan kehidupan masa depan Anda,"
katanya. Nah, pikiran negatif akan menarik hal dan kejadian negatif.
Demikian juga sebaliknya.

Anda tetaplah manusia merdeka. Anda berhak memilih. Anda bukan budak
dari pikiran-pikiran Anda itu. Nah, Anda pun bisa mengubah pikiran
negatif menjadi sebaliknya. Lawan kehidupan penuh paranoia adalah
pronoia. Rob Brosny mengembangkan gagasan ini dalam bukunya berjudul
Pronoia. Beda dengan orang paranoia, orang pronia selalu memfokuskan
hidupnya pada hal-hal baik. Ia selalu menguasai pikiran positif.

Menyukuri karunia

Saat bangun pagi, orang pronoia akan memikirkan, "Hal menarik apa
yang akan saya alami hari ini? Kejadian menyenangkan seperti apa yang
akan kujumpai?" Orang pronia selalu mengamini pergantian hari. Ia
selalu tersenyum setiap hari baru tiba.

Hidupnya penuh syukur. Hidup adalah rangkaian keajaiban yang
menyenangkan. Orang pronia juga menyadari masalah akan datang. Tapi,
ia melihatnya secara positif. "Kalau ada masalah, baguslah. Ini akan
menjadi pelajaran berhaga bagiku. Tapi, ada hal yang jauh lebih
berharga ketimbang masalah itu, yakni mensyukuri karunia-karunia
sepanjang hari ini," ungkapnya.

Orang pronoia selalu memandang semesta alam ini yang senantiasa
mewujudkan kebutuhannya. Ia memandang alam semesta secara positif.
Lisa Nichols, seorang penulis buku Chicken Soup for the African
American Soul, mengatakan, "Biarkan semesta mengetahui apa yang Anda
inginkan. Semesta selalu merespons pikiran-pikiran Anda," katanya.

Apa yang ada yang kita pikirkan akan terpancar ke alam semesta untuk
direspon. Karena itu, memandang semesta sebagai yang patut disyukuri
adalah hal positif. Orang pronoia senantiasa mensyukuri apa yang
sudah disediakan semesta. Matahari pagi yang menghangatkan tubuh.
Udara segar yang masih bisa dihirup. Transportasi yang mengantar ke
tempat kerja. Air minum yang menyegarkan dan sebagainya. Bila ada
masalah, orang pronia pun akan dengan bijak menyikapinya dengan
optimis.

Mari kita lihat cerita berikut. Ada dua orang pelancong asal Swiss
yang melakukan pendakian di sebuah gunung. Saat pulang, mereka
terpaksa menumpang sebuah mobil rombeng. Jalannya tersendat-sendat
karena mesin tuanya.

Sepanjang jalan, pelancong pertama sibuk mencemaskan kondisi mobil.
Ia terbekap rasa khawatir kalau mobil itu mogok di tengah jalan. Ia
khawatir kalau bensinnya habis dan tidak ada pom bensin di sana.

Sementara, pelancong kedua tampak santai-santai saja. Ia begitu
menikmati pemandangan indah bukit-bukit di negeri cokelat itu. Bukit-
bukit yang pucuknya dihiasi salju putih. Beberapa kali ia
mengabadikan keindahan itu dengan kamera poketnya.

Setelah satu jam berlalu, akhirnya mobil uzur itu pun tiba di kota
yang dituju. "Kok kamu sempat-sempatnya ambil gambar pemandangan itu?
Apa kamu tidak cemas?" tanya pelancong pertama. "Apa yang perlu
dicemaskan. Seandainya ada masalah, pasti ada jalan keluarnya. Aku
suka dengan perjalanan tadi," kata pelancong kedua.

Kisah tadi memperjelas pemahaman kita tentang pronoia. Benar sekali
kata seorang guru kebijaksanaan, "Kekhawatiran tidak akan menambah
sejengkal pada usia kita." Memang, banyak orang hidup dalam emosi
kekhawatiran dan cemas mengenai apa yang belum terjadi. Orang sering
takut dan tidak tahu apa yang ia takuti. Akhirnya, orang yang seperti
ini tidak bakalan menikmati kehidupan. Hidup hanya menjadi milik
orang-orang yang mampu menikmatinya dengan penuh syukur.

Sumber: Apakah Anda Manusia Paranoia atau Pronoia oleh Anthony Dio
Martin, Managing Director HR Excellency