Senin, 22 Oktober 2007

Kurir Istimewa

"Song Huo Zhe"

Suasana hari Jumat di sebuah kantor, tampak sebagian karyawan kurang
bersemangat. Hal ini disebabkan karena sudah dekat waktunya para
pegawai libur akhir pekan.

Hari itu, office boy kantor tersebut, tiba-tiba tidak masuk kerja.
Padahal, ada kebutuhan mendesak untuk mengirim sejumlah dokumen
penting ke relasi di luar kota, yang biasanya dikerjakan oleh si
office boy tersebut. Demi menghemat waktu, maka kantor itu
memutuskan menggunakan jasa kurir untuk mengirim dokumen penting
tersebut.

Tak lama menunggu, nampak seseorang dari perusahaan jasa kurir yang
ditugaskan datang untuk mengambil dokumen itu. Namun, sungguh
pemandangan yang mengagetkan. Kurir yang datang adalah seorang yang
cacat. Ia tidak mempunyai kaki. Kedua penyangga tubuhnya buntung
hingga sebatas lutut. Untuk berjalan, ia menggunakan bantuan papan
yang diberi roda kecil untuk menopang tubuhnya. Dengan papan itu, ia
bisa berjalan sambil mengayunkan tangan. Papan itu juga berfungsi
untuk menaruh barang yang akan dikirimkan oleh pelanggan jasa kurir
tempatnya bekerja.

Melihat kondisi sang kurir, orang-orang di kantor itu spontan
keheranan. Ada yang merasa kasihan, namun ada pula yang
mengungkapkan kejengkelannya. Jengkel pada perusahaan kurir, mengapa
orang cacat yang dikirim untuk tugas seperti itu. Namun, mereka juga
merasa kasihan melihat perjuangan si cacat karena harus bersusah
payah demi hidupnya.

Tapi, rasa kasihan itu segera berubah menjadi rasa kagum sekaligus
hormat. Rasa itu muncul ketika salah satu pegawai menawarkan bantuan
untuk mengambilkan dokumen yang akan dikirim yang kebetulan masih
berada di lantai dua.

"Mas, tunggu di sini saja, biar saya yang ke atas menggambilkan
dokumennya untuk Mas? Kasihan kan, mas harus mengambil ke lantai
dua," sebut pegawai itu.

"Jangan ..jangan, Pak. Biar saya sendiri yang mengambil ke atas.
Sudah biasa kok. Tak perlu merepotkan Bapak. Tapi, terima kasih atas
kebaikannya, " jawab kurir itu.

"Nggak kok꿻idak apa-apa. Tidak merepotkan. Mas tunggu di sini saja,
sebentar lagi saya ambilkan ke atas...," sergah si pegawai.

"Maaf, Pak. Bukan saya tidak mau dibantu. Tapi ini sudah tugas saya,
dan saya juga sudah biasa kok. Lagi pula, kalau setiap orang
membantu saya, malah saya nanti jadi pemalas dan tidak bisa berbuat
apa-apa karena terbiasa menggantungkan diri pada bantuan orang
lain," sebutnya lugu, tanpa bermaksud mengada-ada.

Tak lama kemudian, ia pun segera memulai aksinya mengayunkan tangan
dengan lincah, mendorong tubuhnya menaiki tangga satu per satu.

Pegawai yang menyaksikan kejadian itu pun terdiam dalam kekaguman.
Orang cacat itu telah memberi sebuah pelajaran yang sangat berharga.
Meskipun cacat, dia tidak ingin dikasihani. Meski punya kekurangan,
dia memiliki semangat juang yang luar biasa untuk bekerja dan
mandiri.

Kejadian itu, sungguh membuat sebagian pegawai yang tadinya bermalas-
malasan merasa malu. Sebab, mereka yang bertubuh normal merasa kalah
semangatnya dengan orang yang bertubuh cacat. Maka, semua pekerja di
kantor itu pun segera bergegas untuk kembali menyelesaikan
pekerjaannya, kali ini dengan semangat yang menggebu-gebu.

Pembaca yang berbahagia,
Pada kondisi dan hal-hal tertentu, mungkin kita membutuhkan bantuan
orang lain. Bahkan, kita tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain.
Sebab, kehidupan di antara manusia merupakan hidup saling
ketergantungan satu sama lain.

Namun, kita akan menjadi lemah kalau kita hidup hanya dengan
menunggu, apalagi menggantungkan belas kasihan orang lain. Ingat!

"Ren de Ben Zhi"

Jati diri manusia ditandai dengan keberanian bertanggung jawab atas
kehidupannya sendiri.

Maka, bagaimanapun dan apa pun kondisi kita saat ini, kita harus
mampu belajar dan membangun sikap mental kemandirian. Dengan begitu,
keberadaan kita di dunia ini akan mempunyai nilai tersendiri.

Salam Sukses Luar Biasa!!!

Sumber: Kurir Istimewa oleh Andrie Wongso



__._,_.___